A. Dinamika Konflik
Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui sasarannya. Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang di bawa individu dalam suatu interaksi.
B. Jenis-Jenis Konflik
Adapun mengenai jenis-jenis konflik, dikelompokkan sebagai berikut :
- Personrole conflict : konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang. Konflik ini pada hakekatnya meminta kesadaran orang untuk menaati peraturan yang ada atau memerlukan kesetiaan orang pada organisasi.
- Inter-role conflict : konflik antar peranan, yaitu persoalan timbul karena satu orang menjabat satu atau lebih fungsi yang saling bertentangan. Konflik ini dapat dihindari dengan mendefinisikan kembali tugas yang terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu sehingga akibat negative dwi fungsi diminimumkan.
- Intersender conflict : konflik yang timbuk karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang. Ini dapat dihindari dengan memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
- Intrasender conflict : konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan.
Selain pembagian jenis konflik di atas masih ada pembagian jenis konflik yang dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan, yaitu :
- Konflik dalam diri individu yang terjadi bila seseorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya.
- Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian.
- Konflik antar individu dan kelompok. yang berhubungan dengan individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka.
- Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
- Konflik antar organisasi yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam system perekonomian suatu Negara.
Individu-individu dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang menyebabkan konflik. Secara lebih konseptual litteral mengemukakan empat penyebab konflik organisasional, yaitu :
- Suatu situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai
- Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai
- Suatu masalah yang tidak tepatan status
- Perbedaan presepsi
Didalam organisasi terdapat empat bidang struktural, dan dibidang itulah konflik sering terjadi, yaitu :
* Konflik hirarkis adalah konflik antar berbagai tingkatan organisasi
* Konflik fungsional adalah konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi
* Konflik lini-staf adalah konflik antara lini dan staf
* Konflik formal informal adalah konflik antara organisasi formal dan organisasi informal.
Secara tradisional pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan, yaitu :
1. Konflik dapat di hindarkan
2. Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau dan primadona
3. Bentuk-bentuk wewenang legalistic
4. Korban diterima sebagai hal yang tak dapat dielakkan
Apabila keadaan tidak saling mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antar anggota organisasi itu makin parah sehingga konsesus sulit dicapai, sehingga konflik tak terelakkan. Dalam hal ini pimpinan dapat melakukan berbagai tindakan tetapi harus melihat situasi dan kondisinya, yaitu :
- Menggunakan kekuasaan
- Konfrontasi
- Kompromi
- Menghaluskan situasi
- Mengundurkan diri
C. Berbagai Segi Positif dari Konflik sebagai berikut :
1. Konflik dalam:
• Perggantian pimpinan yang lebih berwibawa,penuh ide baru dan semangat baru.
• Perubahan tujuan organisasi yang lebih mencerminkan nilai-nilai yang disesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi.
• Pelembagaan konflik itu sendiri artinya konflik disalurkan tidak merusak susunan atau struktur organisasi.
2. Konflik dengan organisasi lain mungkin dapat :
• Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
• Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi
• Lebih menyadarkan para anggota terhadap strategi serta taktik lawan.
• Sebagai suatu lembaga pengawasan masyarakat.
Bagaimanapun juga, konflik merupakan suatu hal yang memakan pikiran,waktu,tenaga,dan lain-lain untuk menyelesaikannya. Tetapi bila dilihat sekilas sepertinya konflik itu sangat sulit untuk dihindari dan diselesaikan, tetapi dalam hal ini jangan beranggapan bahwa dengan adanya konflik berarti organisasi tersebut telah gagal. Karena betapapun sulitnya suatu konflik pasti dapat diselesaikan oleh para anggota dengan melihat persoalan serta mendudukannya pada proporsi yang wajar.
D. Sumber-Sumber Konflik
* Sumber-Sumber Konflik Organisasional, berbagai sumber utama konflik organisasional dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kebutuhan untuk membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas.
Konflik ini dapat timbul karena kelompok-kelompok organisasi bersaing untuk memperebutkan bagian terbesar sumber daya – sumber daya yang tersedia.
2. Perbedaan – perbedaan dalam berbagai tujuan.
Kelompok-kelompok organisasi cenderung menjadikan terspesialisasi atau dibedakan karena mereka mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan personalia yang tidak sama. Perbedaan-perbedaan ini sering menyakibatkan konflik kepentingan atau prioritas, meskipun tujuan organisasi sebagai keseluruhan telah disetujuin.
3. Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja.
Konflik potensial adalah terbesar apabila suatu unit tidak dapat mulai pekerjaannya karena harus menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain.
4. Perbedaan nilai-nilai atau persepsi.
Perbedaan-perbedaan tujuan diantara anggota berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan dengan berbagai perbedaan sikap,nilai-nilai dan persepsi yang dapat menimbulkan konflik.
5. Kemenduaan organisasional
Konflik antar kelompok dapat juga berasal dari tanggungjawab kerja yang dirumuskan secara mendua (ambiguous) dan tujuan-tujuan yang tidak jelas.
6. Gaya-gaya individual.
Pada umumnya konflik ini terjadi apabila para anggota kelompok sangat berbeda dalam hal ciri-ciri seperti sifat kerja,umur dan pendidikan.
*Konflik Antar Pribadi
Salah satu penanganan analitis konflik antar pribadi dapat diperoleh dengan mempelajari berbagai cara berbeda yang dipergunakan seorang “pribadi” untuk berinteraksi dengan pribadi-pribadi lain. Menurut Jendela Johari, pribadi seseorang terbagi menjadi 4 yaitu :
1. Pribadi terbuka (open self), bentuk interaksi ini orang mengenal dirinya sendiri dan orang lain.
2. Pribadi tersembunyi (hidden self), bentuk ini orang mengenal dirinya sendiri tetapi tidak mengenal pribadi orang lain.
3. Pribadi buta (blind self), bentuk ini orang mengenal pribadi orang lain tetapi tidak mengenal dirinya sendiri.
4. Pribadi tak dikenal (undiscovered self),bentuk ini orang tidak mengenal baik dirinya sendiri maupun orang lain.
Jendela Johari hanya mengemukakan berbagai kemungkinan pola antar pribadi, tetapi tidak menggambarkan situasi-situasi konflik antar pribadi yang mungkin terjadi. Meskipun demikian jendela johari sangat berguna untuk menganalisa situasi-situasi konflik tersebut.
Terdapat tujuh pedoman bagi pengadaan umpan balik untuk hubungan-hubungan antara pribadi yang efektif dapat diperinci sebagai berikut:
a. Menjadi lebih deskriptif daripada bersifat pertimbangan
b. Menjadi lebih spesifik daripada umum
c. Menangani hal-hal yang dapat diubah
d. Bemberi umpan balik apabila diinginkan
e. Memperhatikan motif-motif pemberian dan penerimaan umpan balik
f. Memberikan umpan balik pada saat perilaku berlangsung
g. Memberikan umpan balik bila akurasinya dapat dicek dengan orang-orang lain
*Konflik Organisasional
Dalm hal ini litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional yaitu antara lain:
1. Suatu situasi dimana tujuan – tujuan tidak sesuai
2. Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-lalokasi sumber daya yang tidak sesuai
3. Suatu masalah ketidaktepatan status
4. Perbedaan presepsi
*Konflik Struktural
Dalam organisasi klasik ada empat bidang structural dimana konflik sering terjadi:
a. Konflik hirarkis,yaitu konflik antara berbagai tingkatan organisasi
b. Konflik fungsional,yaitu konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi.
c. Konflik lini-staf,yaitu konflik antar lini dan staf.
d. Konflik formal – informal,yaitu konflik antara organisasi formal dan informal.
E. Peranan Konflik Dalam Organisasi
Secara tradisional, pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan sebagai berikut:
1. Konflik menurut definisinya dapat dihindarkan
2. Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau, dan primadona.
3. Bentuk-bentuk wewenang legalistic seperti ‘berjalan melalui saluran-saluran‘ atau ‘berpegang pada aturan‘.
Dan hasilnya berupa serangkaian anggapan baru tentang konflik yang hampir persis berlawanan dengan anggapan-anggapan tradisional:
1. konflik tidak dapat dihindarkan
2. konflik ditentukan oleh factor-faktor struktural seperti bentuk fisik suatu bangunan, desain struktur karier, atau sifat sistem kelas.
3. Konflik adalah bagian integral sifat perubahan.
4. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat.
5. Tingkat konflik minimal adalah optimis.
Atas dasar anggapan-anggapan diatas, manajemen konflik organisasional telah menggunakan suatu pendekatan baru.pendekatan yang cukup representative adalah tiga strategi dasar untuk mengurangi konflik organisasional yang dikemukan literer yaitu:
1. Penyangga atau penengah dapat diletakkan diantara pihak-pihak yang sedang berkonflik.
2. Membantu pihak-pihak yang sedang konflik untuk menggembangan pandangan yang lebih baik tentang diri mereka dan cara mereka yang saling mempengaruhi.
3. Merancang kembali struktur organisasi agar konflik berkurang.
F. Strategi Penyelesaian Konflik
Mengendalikan konflik berarti menjaga tingakat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan cara :
1. Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.
2. Meminimalkan kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau lebih unit kerja.
3. Memperbesar sumber-sumber organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
4. Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang sama.
5. Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat keputusan.
6. Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
7. Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
8. Me-redesign kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.
G. Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah 'alasan' yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan 'semangat', seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
H. Teori Motivasi
Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi. Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Hierarki Teori Kebutuhan Maslow
Teori hierarki kebutuhan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Teori hierarki kebutuhan Maslow
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori hierarki kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.
Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.
Teori X dan teori Y
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Teori X dan teori Y
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X.
- Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
- Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
- Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
- Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y.
- Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
- Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
- Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab.
- Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
Pengertian, Visioner, Tegas, Bijaksana Bisa menempatkan diri, Mampu/cakap Terbuka, Mampu mengatur, Disegani , Cerdas, Cekatan, Terampil, Pemotivasi, Jujur, Berwibawa, Berwawasan luas, Konsekuen, Melayani, Credible, Mampu membawa perubahan, Adil, Berperikemanusiaan, Kreatif, Inovatif, Sabar, Bertanggung jawab, Konsiten, Low profile, Sederhana dan humble (rendah hati), Rendah hati/humble, Royal/tidak kikir, berjiwa sosial Loyal (setia) kepada bawahan, Disiplin, Mampu menjadi tauladan/memberi contoh, Punya integritas, Berdikasi/berjiwa mengabdi, Dapat dipercaya (credible), Percaya diri, Kritis, Religious, Mengayomi, Responsive (cepat tanggap), Teliti, Supel (ramah), Pema’af, Peduli (care), Profesional, Berprestasi, Penyelesai Masalah (problem solver), Good looking, Sopan, Cerdas secara emosi (memiliki tingkat EQ yang tinggi
Teori motivasi kontemporer
David McClelland, pencetus Teori Kebutuhan
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori motivasi kontemporer mencakup:
- Teori kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
kebutuhan berprestasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
Teori evaluasi kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.
- Teori penentuan tujuan
Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.
- Teori penguatan
Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
- Teori Keadilan
Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.
- Teori harapan
Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.
Area motivasi manusia
Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. disamping itu terdapat pula fsktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.
Variabel-Variabel Motivasi
Artikel ini mungkin mengandung riset asli atau pernyataan yang belum dipastikan.
Anda dapat membantu Wikipedia dengan menambahkan referensi. Untuk detilnya, lihat halaman pembicaraan.
Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhazur (1987) dalam Cut Zurnali (2004)[siapa?] menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri dari: (1) Motif atas kebutuhan dari pekerjaan (Motive); (2) Pengharapan atas lingkungan kerja (Expectation); (3) Kebutuhan atas imbalan (Insentive). Hal ini juga sesuai dengan yang di kemukakan Atkinson (William G Scott, 1962: 83), memandang bahwa motivasi adalah merupakan hasil penjumlahan dari fungsi-fungsi motive, harapan dan insentif (Atkinson views motivation strengh in the form of an equattion-motivation = f (motive + expectancy + incentive).
Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat para ahli di atas, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa motivasi karyawan dipengaruhi oleh motif, harapan dan insentif yang diinginkan. Dalam banyak penelitian di bidang manajemen, administrasi, dan psikologi, variabel-variabel motivasi ini sering digunakan. Berikut akan dijelaskan masing-masing variabel motivasi tersebut.
- Motif
Menurut Cut Zurnali (2004), motif adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu. Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.
Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan motive sebagai : a motive what prompts a person to act in a certain way or at least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.
William G Scott (1962: 82) menerangkan tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap motiv menurut Scott motive are unsatiesfied need which prompt an individual toward the accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan guna memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow sebagaimana diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam beberapa hirarki, yakni kebutuhan-kebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan, sosial, penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri.
- Harapan
Mengacu pada pendapat Victor Vroom, Cut Zurnali (2004)mengemukakan bahwa ekspektasi adalah adanya kekuatan dari kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau outcome yang menarik. RL. Kahn dan NC Morce (1951: 264) secara singkat mengemukakan pendapatan mereka tentang expectation, yakni Expectation which is the probability that the act will obtain the goal. Jadi harapan adalah merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan. Arthur levingson dalam buku Vilfredo Pareto (1953: 178) menyatakan : The individual is influenced in his action by two major sources of role expectation the formal demands made by the company as spalled out in the job, and the informal expectation forces make behavioral demans on the individual attemps to structure the social situation and the devine his place in it.
Dengan merumuskan beberapa pendapat para ahli, Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa terdapat dua sumber besar yang dapat mempengaruhi kelakuan individu, yaitu : sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan peranannya antara lain, tuntutan formal dari pihak pekerjaan yang terperinci dalam tugas yang seharusnya dilakukan. Dan tuntutan informal yang dituntut oleh kelompok-kelompok yang ditemui individu dalam lingkungan kerja. Di samping itu, menurut Wiliam G Scott (1962: 105), addtionally, as could be anticipated, the groups themselves can be axpected to interact, effecting the others expectations. Ternyata kelompok karyawan sendiri dapat juga mempengaruhi harapan-harapan yang akan dicapainya. Dan dengan adanya keyakinan atau pengharapan untuk sukses dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan atau menggerakkan usahanya (Gary Dessler, 1983: 66). Selanjutnya Vroom yang secara khusus memformulasikan teori expectancy mengajukan 3 (tiga) konsep konsep dasar, yaitu : (1) Valence atau kadar keinginan seseorang; (2) Instrumentality atau alat perantara; (3) Expectacy atau keyakinan untuk mewujudkan keinginan itu sendiri (Gary Dessler, 1983: 66).
- Insentif
Dalam kaitannya dengan insentif (incentive), Cut Zurnali mengacu pada pendapat Robert Dubin (1988) yang menyatakan bahwa pada dasarnya incentive itu adalah peransang, tepatnya pendapat Dubin adalah incentive are the inducement placed the course of an going activities, keeping activities toward directed one goal rather than another. Arti pendapat itu kurang lebih, insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan, memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan yang lebih baik dari yang lain. Morris S. Viteles (1973: 76) merumuskan insentif sebagai keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis individu, atau persiapan-persiapan dari pada keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat mempengaruhi atau mengubah sikap atau tingkah laku orang-orang. Secara lebih lengkap Viteles menyatakan : incentive are situasions which function in arousing dynamis forces in the individual, or managements of conditions introduced with the expectation of influencing or altering the behavior of people.
Menurut Cut Zurnali, pendapat yang mengemukakan bahwa insentif adalah suatu perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan agar karyawan ikut membangun, memelihara dan mempertebal serta mengarahkan sikap atau tingkah laku mereka kepada satu tujuan yang akan dicapai perusahaan. Joseph Tiffin (1985: 267) mengatakan bahwa pemnberian insentif sangat diperlukan terutama apabila karyawan tidak banyak mengetahui tentang hal apa yang akan dilakukannya. Berikut secara lengkap diuraikan pendapat Tiffin: ordinary speaking, people will not learn very much about anything unless they are motivated to do so, that is, unless they are supplied with an adequate incentive. Maknanya bahwa seseorang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu hal, apabila mereka tidak didorong untuk melakukan pekerjaan yang demikian itu, yaitu apabila mereka tidak dibekali dengan insentif secara cukup.
Sumber Referensi :
http://okghiqowiy.blogspot.com/2012/06/dinamika-konflik-dalam-organisasi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar